Minggu, 02 Januari 2011

Degradasi Kebanggaan Beragama dalam Diri Umat Islam

BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
Di tengah keberagaman simbol, aliran pemikiran dan isme di era globalisasi saat ini, ditambah semakin gencarnya peperangan pemikiran (al-ghazwu al-fikri), telah terjadi tasykik (proses peraguan), taghrib (pembaratan), tajhil (pembodohan) pada diri muslim terhadap dien-nya sendiri. Pemakaian kalimat ‘ghazw’ disini menunjukkan salah satu pihak yang aktif, lainnya pasif. Al-ghazw al-fikri, peperangan pemikiran, ditandai dengan gencarnya serangan dari luar tanpa perimbangan perlawanan dari dalam kaum muslimin. Jatidiri Islami yang telah mengakar dalam jiwa kaum muslimin mengalami degradasi. Misalnya di Indonesia saja kosa kata sirri (Makassar) dari kata sarirah (jati diri), carok (Madura) dari kata ghirah (cemburu), yang semula inhern dengan simbol ke-Islaman berangsur-angsur hilang, bahkan kemudian cenderung mengalami pembelokan makna. 
 Dahulu, kaum muslimin Indonesia rela kehilangan nyawa, dan merasa bangga karena membela kehormatan diri (‘iffah) sekali pun beresiko, sekarang dihinggapi penyakit dayatsah, – meminjam sabda Rasulullah shalla-llahu 'alaihi wa sallam – yaitu, seseorang yang mendiamkan kemunkaran yang dilakukan oleh keluarganya dengan orang lain. Kaum muslimin sedang dijangkiti virus wahn (cinta dunia dan takut menghadapi kematian). 
Mereka kurang percaya diri, malu menunjukkan bahwa kemuliaan adalah milik Allah, Nabi-Nya dan orang beriman, yakni mereka, para umat Muslim. Mereka tenggelam, terpesona  dengan kebesaran negeri-negeri Eropa dengan paham materialismenya. Mereka lupa bahwa kaum muslimin lebih unggul dalam persepsi, budaya, adat istiadat, nilai-nilai di hadapan Allah dari bangsa lain. 

Sejarah mencatat bahwa dunia ini didominasi oleh mereka yang memiliki keyakinan. Paham materialisme begitu cepat berkembang, dengan keyakinan bahwa ideologinya; yang diliputi berbagai keistimewaan dan harapan akan jaminan masa depan akan cepat berkembang. Semua itu menjadi penggeruk tersendiri terhadap jati diri Islami umat. Intinya, disebabkan oleh berbagai macam faktor, umat muslim kini berada di ambang kebanggaan beragama.

B.      RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian degradasi beragama dalam diri umat Islam?
2.      Apa penyebab degradasi beragama dalam diri umat Islam?
3.      Bagaimana keadaan umat Islam sebelum kehilangan jati diri?
4.      Bagaimana kondisi sebagian besar umat Islam saat ini?
5.      Bagaimana solusi untuk mengembalikan kebanggaan beragama dalam diri umat Islam?

C.      TUJUAN
makalah ini disusun dalam rangka melengkapi khasanah berfikir bagi umat Islam pada umumnya, dan diri penulis pada khususnya, bahwa dominan umat Islam saat ini telah jauh dari jati dirinya sebagai muslim, yang akhirnya menuntut solusi dari hasil pemikiran bersama demi mengembalikan kesadaran diri dalam beragama.






BAB II
PEMBAHASAN

·            Pengertian Degradasi Beragama Dalam Diri Umat Islam
        Sebelum membicarakan secara mendalam mengenai degradasi beragama, hendaknya kita memahami terlebih dahulu definisi dari kata “degradasi”.  Degradasi merupakan kata lain dari kemunduran, kemerosotan, penurunan, (yang berkaitan dengan mutu, moral, maupun pangkat). Jadi, dengan mudah kita dapat memahami bahwa degradasi kebanggaan beragama dalam diri umat Islam adalah penurunan atau berkurangnya rasa kebanggaan umat Islam dalam menyandang predikat sebagai muslim serta menjalani aturan-aturan Islam yang semestinya, sehingga berdampak pada berangsur-angsur hilangnya jati diri muslim yang sebenarnya.

·            Penyebab Degradasi Beragama Dalam Diri Umat Islam
        Degradasi begarama ini disebabkan oleh dua faktor utama, antara lain eksternal dan internal. Faktor eksternal mencakup segala hal yang datang dari luar diri umat Islam, misalnya globalisasi. sedangkan faktor internal ada di dalam diri umat itu sendiri, termasuk kesadaran diri dalam menampakkan jati dirinya  sebagai muslim.
Menjelang millenium ketiga umat manusia terus dihadapkan berbagai persoalan yang kian rumit. Persoalan-persoalan baru terus bermunculan dan tumpang-tindih dengan persoalan lama. Perkembangan peradaban manusia telah memasuki globalisasi dengan gejala karakteiristiknya. Revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia ketiga telah banyak mengancam kehidupan beragama yang selama ini berkembang dalam umat. Hal ini terjadi seiring dengan kemajuan teknologi komunikasi-informasi yang mengandaikan dunia sebagai sebuah desa (desa-global). Setiap individu dan kelompok dapat berinteraksi dengan akselerasi yang sangat cepat, simultan dan mengglobal.
Dalam proses globalisasi terkandung juga akumulasi berbagai nilai dan norma dari masyarakat dunia, sehingga memungkinkan munculnya pengkaburan jati diri beragama dari berbagai komunitas agama.
Jika kita mempertanyakan lebih khusus lagi mengenai pengaruh globalisasi terhadap kemungkinan terjadinya degradasi agama pada umat Islam, maka jelaslah, akibat “sibuknya” dunia mengurusi segala hal duniawi, ditambah lagi gempuran tren-tren yang datang dari Barat; umat Islam pun semakin jauh dari mengenal agamanya, kebanyakan mereka bingung atau bahkan tidak memiliki kepedulian untuk menonjolkan keIslamannya.

·            Keadaan Umat Islam Sebelum Kehilangan Jati Diri
Beberapa abad silam, dikenal sebuah peradaban terbesar di dunia. Kerajaannya sambung menyambung dari lautan ke lautan, menjangkau kawasan utara, tropis dan padang pasir. Di bawah kekuasaannya terdapat ratusan juta manusia dari berbagai agama, bangsa, dan keturunan. Salah satu bahasanya menjadi bahasa universal yang digunakan dalam percakapan sebagian besar manusia hingga saat ini. Perdagangan dan peradaban ini berkembang dari Amerika latin sampai ke negara Cina dan negara-negara di antaranya. Para pakar arsitektur dan sainsnya mampu membuka gerbang bagi kemegahan konstruksi arsitek, aljabar, alogaritma, enkripsi, bahkan astronomi. Didalamnya terlahir ribuan kisah dari para penulisnya yang handal. Itulah wajah Islam dalam kurung waktu 800-1600 Masehi.
       
·            Kondisi Terkini Sebagian Besar Umat Islam
Allah SWT berfirman, yang artinya:
"Dialah (Allah) yang telah menamakan kamu sekalian Muslimin dari dulu dan didalam (Al-Qur'an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas diri kalian dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dialah Pelindungmu,maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong." (Q. S. AlHajj:78)
Pada masa ini, kebanyakan umat merasa bangga dengan nama dan julukan serta gelar duniawi yang disandangnya, namun enggan menyandang julukan sebagai Muslim. Hingga banyak diantara mereka yang enggan menyatakan dan menampakkan bahwa dirinya adalah muslim. Sebagian lagi malah lebih parah, mereka banyak yang bangga mendapat julukan dan sebutan yang negatif dan buruk dan bangga akan keburukan dan kejahatan yang mereka lakukan. Sementara itu yang muslim ada juga yang tidak puas dengan titel muslim saja, maka mereka menambahinya dengan embel-embel yang tak jelas juntrungannya. Seperti tambahan liberal, subtantif, moderat dan lain sebagainya. Tidak puas dengan diri sendiri, mereka juga menjuluki muslimin lain dengan bermacam-macam, seperti ekstrim, fundamentalis dan lain sebagainya.
Namun sayang, wajah itu tak kekal. Kita tidak perlu jauh-jauh melakukan agregasi faktornya, ada satu yang paling dominan, yang sudah sangat lazim terlihat sebagai hiasan(goresan) dalam konstruksi Islam, yakni ‘azmatu al-i’tidaz bid-diin, atau krisis kebanggaan dalam ber-Islam. Ketika dahulu Islam menjadi kiblat konsep HAM, persaudaraan sesama insan, revolusi dan perjuangan kemerdekaan, maka sekarang tersisa noda degradasi jati diri dan rendah diri yang secara halus menancap di ulu hati sebagian besar umat Islam. Setidaknya, ada unsur pengabaian terhadap firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 110, yakni, “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan dari manusia, kamu menyuruh kepada yang makruf dan mencegah kemungkaran dan kamu beriman kepada Allah.”
Di tengah gencarnya isme-isme yang menggerogoti secara global, Yahudi Eropa dan Inggris dengan “cetak biru” dari Balfour pledge serta revolusi PBB-nya mendirikan negara Yahudi di Palestina, yang imbasnya berupa kesengsaraan hidup bagi umat Islam Palestina. Sedangkan dapat disaksikan pembantaian dan kelaparan umat Islam di Kosovo akibat dari arogansi dengan alasan absurd. Lebih mengkerucut lagi, Islamic studies di berbagai perguruan tinggi tak lagi beraroma Islam, namun dengan framework liberalisme, bahkan materialisme yang telah lepas dari nilai ruhani. Faktanya, Islam benar-benar dalam kondisi lemah.
Umat Islam saat ini mudah kehilangan arah, bahkan tanpa sadar kaum intelektualnya pun tertelan bulat-bulat oleh budaya dan isme-isme asing, atau paling tidak, tinggal ruang kecil di pojok hati para umat Islam yang terisi oleh Islam. Akhirnya mereka lemah dan hancur. Alangkah tepatnya argumen Umar bin Al-Khattab yakni, “Kita merupakan satu golongan yang dimuliakan Allah dengan Islam. Apabila kita mencari kemuliaan dengan cara hidup yang lain daripada Islam, Allah akan menimpakan kehinaan kepada kita.” Maka benarlah, orang yang merasa mulia dengan Islam-nya akan selalu dimuliakan.
Dan patut diketahui sebagai pondasi pembangunan jati diri Islam, yakni perkataan Said Hawwa dalam kitab Al-Asas fit-Tafsir, bahwa “Nikmat yang paling besar yang dikaruniakan Allah kepada kita adalah ayat-ayat dan syariat-Nya. Itulah berlian yang kita perlukan. Apabila mengabaikan nikmat-nikmat ini, mereka menjadi golongan yang tersisih lagi terhina.”

·            Solusi
Adalah julukan dan predikat sebagai muslim merupakan penghormatan dan kemuliaan dari Allah Sang Pencipta Alam yang langsung menamakan orang-orang yang beriman dengan julukan tersebut. Lalu apakah yang membuat orang-orang enggan menampakkannya? Mungkin yang paling menonjol adalah timbulnya pandangan di kalangan Muslimin bahwa dunia itu segalanya, dan orang yang memiliki kedudukan, harta di dunia memiliki kemuliaan di atas mereka. Sehingga menimbulkan rasa rendah diri di hadapan kemewahan dunia. Seharusnya sebagai muslim kita justru harus bahagia dan gembira. Sebab jika kita tidak dapat dunia, masih ada akhirat. Sedangkan orang-orang kafir, walaupun dapat dunia tapi tidak dapat apa-apa di akhirat. Renungkanlah firman Allah SWT yang artinya:
"Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan merekadi dunia dengan sempurna, dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh apa-apa di akhirat kecuali neraka, dan lenyaplah segala yang mereka usahakan di dunia serta sia-sialah segala yang telah mereka kerjakan." (Q. S. Huud: 16)
Sebagai muslim kita harus bangga menampilkan diri dalam warna keislaman. Dari segala segi kehidupan dengan segala corak dan warnanya. Bukankah agama kita, Islam merupakan agama yang sempurna? Di dalamnya terdapat segala aturan dan bimbingan untuk segala bidang kehidupan. Dari hal sekecil buang air dan meludah saja kita sudah dibimbing dan diarahkan untuk tampil sebagai muslim yang berbeda dari orang-orang kafir, apalagi dalam perkara yang lebih besar. Jikalau seseorang mengamati ajaran Islam, niscaya ia akan mendapatkan bahwa Islam memberikan pemeluknya identitas dan jati diri yang jelas, agar dengan mengetahui dan menyadari hakekat dirinya, ia dapat menempuh kehidupan dunia ini dengan baik dan selamat. Suatu hal yang tidak akan pernah ditemukan pada agama lain.
Kita tidak boleh ragu mengatakan bahwa kita muslim dan Islam adalah agama yang lurus dan benar. Jangan termakan hasutan orang-orang pluralisme agama. Karena hal sebenarnya orang-orang yang bingung tidak tahu mau kemana. Renungkan dan camkanlah firman Allah SWT yang artinya:
"Siapakah yang lebih baik ucapannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shaleh dan berkata: "sesungghnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri (muslimin)." (Q. S. Fushshilat: 33)
Dalam banyak hal kaum muslimin selalu jadi bahan tertawaan dan cemooh dari orang-orang yang banyak berdosa. Kesabaran adalah senjata pemusnahnya, karena memang itulah tabiat mereka, sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah SWT, yang artinya:
"Sesungguhnya orang-orang yang berdosa adalah mereka dahulunya (di dunia)mentertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila orang-orang beriman lewat di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan mata. Dan apabila orang-orang berdosa itu kembali kepada kaumnya mereka dalam keadaan senang (karena telah mengejek orang-orang beriman). Dan apabila mereka melihat orang-orang beriman, mereka berkata: "sesungguhnya mereka ini benar-benar orang yang sesat. Padahal mereka tidak diutus untuk menjadi penjaga bagi orang-orang beriman. Maka pada hari ini, orang-orang yang berimanlah yang mentertawakan orang-orang kafir, mereka duduk di atas dipan-dipan sambil memandang.
Sesungguhnya orang-orang kafir telah diberi ganjaran terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan." (Q. S. Al muthaffifiin: 29-36)
Biarkanlah mereka begitu, dan jangan merasa rendah diri di hadapan mereka.
Persiapkanlah bekal untuk menjadi orang yang mentertawakan mereka di akhirat nanti dengan bertaqwa kepada Allah. Semoga kita termasuk kekdalam golongan orang-orang yang selamat dan akan berbalik mentertawakan mereka orang-orang kafir kelak di akhirat dimana di dunia ini kita ditertawakan, docemooh, dihinakan dan diinjak-injak martabatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Archive